Rutinitas di alam terbuka seperti mendaki gunung semakin digandrungi kalangan muda. Tidaklah mengherankan kalau gunung jadi salah satunya tempat opsi pujaan untuk berlibur bersama-sama.
Tapi ada berbagai perihal yang penting disediakan di saat memiliki rencana mengerjakan pendakian. Kecuali perabotan yang diperlukan, Fisik serta psikis penting juga. Dan mengawasi sikap serta pengucapan.
Beberapa pendaki asal Jakarta yang sebagai santri mengerjakan pendakian ke Gunung Ciremai akhir 2016 saat lalu. Mereka mendaki sekitar 6 orang di hari biasa lewat lajur Linggarjati.
Satu diantaranya pendaki namanya Iyar (23) ceritakan ketetapan beberapa kawannya mendaki gunung dengan ketinggian 3078 mtr. di permukaan laut itu bermaksud habiskan waktu liburannya.
"Bulan Desember pengen berlibur pesantren. Kita udah ada ide serta dari tahun 2016 sukai naik gunung. Selanjutnya ke Ciremai diputusin," narasi Iyar dalam kanal Youtube Gritte Agatha yang dilansir Jumat (25/9).
Sebelumnya ketujuan basecamp, sejumlah momen tidak tersangka mengenai mereka. Dari menghantam anak ayam sampai terhadang hujan lebat. Tapi kemauan mendaki Ciremai sama maka dari itu perjalanan lantas dilanjut.
"Saya jalan ke Ciremai tanggal 13 Desember, hari Rabu. Kita tidak ijin orangtua serta kyai. Dalam hari itu tidak ada yang naik terkecuali kita," papar Iyar.
Mereka pergi dari basecamp waktu 09.00 WIB. Jalan masih miring serta mereka masih menikmatinya. Soal aneh tidak berlangsung semasa di Pos 1 serta 2. Sehabis di Pos 3 dengarkan lagu koplo dengan volume nada yang cepat. Sikap mereka lantas telah tidak termonitor.
"3 orang temanku ini asyik-asyikan joget. Di Pos 3 mereka masabodo tetapi di basecamp kami diingetin mengawasi perkataan . Maka kami sama sama ingetin," kata Iyar.
Ketujuan pos seterusnya hari memberikan masih siang. Selanjutnya mereka datang di Pos 6 dengan cuaca mulai gerimis serta berkabut. Pada keadaan ini mereka pikir untuk selekasnya dirikan tenda.
"Kita dari Pos 6 pengen ke Pos 7 itu tanjakan Bapa Tere dua jam. Tetapi waktu kita jalan tak nemuin Pos Bapa Tere, meski sebenarnya kita jalan terus ikutin tandanya," tutur Iyar.
Mereka selanjutnya memutus turun kembali sehabis terkuras waktu dan energi ketujuan Pos 7 yang tak juga berjumpa. Meski begitu mereka masih pikir positif.
"Sebelumnya gua gak tahu diputer-puterin. Kita membuka tenda di Pos 6. Malammya dengar nada jalan tiada gunakan sepatu," kata Iyar.
Besok paginya satu diantaranya rekan dikagetkan lantaran memandang sampah yang mereka membawa berantakan serta nyaris dekat sama jurang. Mereka pikir itu sebagai tingkah binatang.
Tidak pengen lama-kelamaan mereka cepat turun, serta setelah di warung sebelumnya basecamp Iyar ceritakan hal demikian terhadap penjaga warung.
Mereka terasa ada yang ganjil di saat di Pos 6 ketujuan Pos 7. Lantas penjaga warung itu langsung menanyakan apa terasa terganggu saat di jalan.
"Iya terasa diputer-puterin. Ia saksikan pohon hitam tinggi tetapi gak ada daunnya, seperti pohon sehabis tersambar petir," jawab satu diantaranya rekan Iyar.
"Tetapi ia bilangnya kita jalannya berbeda-beda sekedar tidak tahu mengapa berjumpa kembali dengan pohon hitam itu," sambungnya.
Penjaga warung menambahkan pertanyaan apa dari mereka ada yang memandang makhluk gaib.
"Ada tidak di lajur dilihatin balita naik ke pohon? lantas rekan kita ngaku saat di Pos 3 omongnya slengean. Sang bapaknya omong 'kalian bersihkan muka, bersihkan muka gunakan tanah yang berada pada situ'," tutup Iyar.
Comments
Post a Comment