Nun jauh di pucuk bukit-bukit Kandri, di Gunungpati Semarang, Jawa tengah, ada satu daerah yang termasuk sangatlah aman dari tindakan perampokan. Daerah itu namanya Talunkacang.
Setiap harinya, daerah ini kelihatan lengang. Karena, beberapa muda-mudinya pilih mengelana bekerja di pusat Kota Semarang. Beberapa masyarakat yang masih ada di daerah ini, habiskan waktu dengan usaha jualan makanan di tepi jalan di siang harinya.
Walau sepi dan lengang, tetapi jangan sampai mencoba untuk mengambil di daerah ini. "Daerah sekitaran sini termasuk aman kok, Mas. Orang luar tidak berani nyolong (mengambil) motor di sini. Karena itu masyarakat kerap naruh motor di tepi jalan, kuncinya gembandul (masih gantung), tidak sempat ada yang nyuri," celetukan Qotimah, dengan logat Jawa kombinasi, Minggu (27/9/2020).
Qotimah ialah masyarakat asli Talunkacang. Dia telah tinggal di lingkungan RT 04/RW III semenjak beberapa puluh tahun lama waktunya.
Dia telah terlatih dengan keadaan yang terjadi di kampungnya sejauh ini. Satu saat, Qotimah dan tetangganya cuman dapat mengelus dada ketika menyaksikan seorang maling motor malah kelelahan saat kembalikan barang curiannya itu.
"Pernah kok ada motor masyarakat diembat maling. Tidak ada 1/2 jam dibalikin kembali. Memang di daerah sini orang luar tidak berani melakukan perbuatan kejahatan, dan kita yakin jika di tempat ini ada kemampuan magisnya" papar ia.
Hal yang paling menonjol dan sering diaminkan.diiyakan masyarakat, saat temanan kera ekor panjang kerap memasuki ke daerah mereka. Sebagian besar masyarakat Talunkacang yakin jika kera ekor panjang yang tiba dari Goa Kreo simpan kemampuan magic atau keramat.
"Ya jika ada kera dari Kreo tiba meminta makan, kita tulus memberi makan. Tidak berani macem-macem, Mas. Masalahnya takut terkena bala (petaka), Mas," saya Qotimah.
Kesakralan kera ekor panjang dari Goa Kreo dipercaya masyarakat di tempat, karena sempat ada pengalaman pahit yang menerpa masyarakat yang ngotot membunuh kera penunggu Goa Kreo.
Masyarakat yang dirahasiakan identitasnya itu, ketahuan mati tiba-tiba sebentar sesudah membunuh kera ekor panjang.
"Ada pengalaman masyarakat yang bunuh kera cocok masuk ke tempat tinggalnya. Sekian hari ia terkena bala. Anaknya wafat, terus keluarganya wafat tiba-tiba. Diakuinya mimpi kera yang dibunuh itu. Jadi, masyarakat kan tidak berani bunuh atau nyakitin kera yang masuk daerah," terang Qotimah.
Tidak hanya sekali. Bencana menerpa masyarakat berkali-kali. Waktu itu, ada seorang masyarakat yang ngotot mengambil satu ekor kera dari dalam Goa Kreo.
Bukanlah hidup damai, masyarakat itu malah resah gulana. Menurut Qotimah, masyarakat yang usaha memiara kera dari Goa Kreo justru terkena beragam bencana. Dimulai dari kecelakaan sampai hampir terbunuh di jalanan.
Ringkas, sampai saat ini Qotimah dan masyarakat yang lain kerap membantu kera ekor panjang yang kelaparan. Temperatur udara yang sangat panas sepanjang kemarau tahun ini sudah membuat kera dari Goa Kreo cari sumber makanan ke rumah masyarakat.
"Dasarnya kera yang dari Goa Kreo benar-benar sakral. Jangan sekalipun sakiti hewan itu. Ya kita usaha memberi makan sebisanya. Jika cocok ada rejeki lebih, kita kasih singkong mentah, ditampung (ditaruh) di ember, ditempatkan tepi jalan, tentu dikonsumsi sama monyetnya," lanjut ia.
Sementara menurut Balai Pelestarian Sumber Daya Alam (BKSDA), habibat kera ekor panjang banyaknya sekarang ini masih lumayan banyak di Goa Kreo. Kera ekor panjang sebagai primata sebagai icon objek rekreasi di Semarang semenjak beberapa puluh tahun akhir.
Comments
Post a Comment