Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat menaruh banyak narasi mistik dibalik pemandangan serta kemegahan alamnya. Satu diantara begitu banyak dogma yang berada pada sana merupakan larangan tiup suling dan maung bungkeleukan
Gunung dengan tinggi 2.249 mtr. di permukaan laut (MDPL) ini berada di Kecamatan Tarogong Kaler. Dibalik kemegahannya, rupanya Gunung Guntur menaruh banyak mistik.
Dari begitu banyak mistik yang ada, ada dua dogma yang sampai sekarang masih dipercayakan orang di tempat. Ke-2 dogma itu merupakan larangan tiup suling serta legenda maung bungkeleukan atau macan gentayangan.
Beberapa orang di tempat masih meyakini tersedianya dogma larangan tiup suling di Gunung Guntur. Seperti dirasa Uche (38), orang penduduk Cimanganten, Tarogong Kaler.
"Kalaupun kata orang-tua mah maung bungkeleukan. Kalaupun ada yang niup suling, maung bungkeleukan dapat memperlihatkan diri ujarnya," papar Ucheu.
Dogma perihal larangan tiup suling, lanjut Ucheu, bersangkutan dengan legenda maung bungkeleukan. Menurut narasi yang diceritakan orang tuanya, maung bungkeleukan dapat menampakan diri di saat satu orang tiup suling di Gunung Guntur.
Berkaitan hal semacam itu, beberapa hari yang lalu detikcom pernah lakukan perbincangan dengan Ening Maidah, orang nenek warga Daerah Bojong Masta, Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.
Ening berkata, dogma larangan tiup suling serta maung bungkeleukan memanglah diceritakan oleh orang-tua masa dulu terhadap anak-anaknya.
Tapi setahu Ening, dogma itu bersangkutan dengan saat perlawanan DI/TII di Jawa Barat tahun 60an saat lalu.
"Tak boleh niup suling itu maknanya tak boleh ribut. Dahulu kan masih tetap ada DI/TII di kira-kira sini. Seingat emak, ABRI itu memerintah diam ke penduduk waktu tangkap anggotanya DI/TII. Agar nggak di kabur," kata Ening.
Ening mengatakan kira-kira Gunung Guntur dahulunya digunakan jadi tempat persembunyian pasukan DI/TII. Anak kecil ketika itu tidak diperbolehkan ramai terlebih di saat malam hari untuk mengelit sekelompok DI/TII.
"Kalaupun tidak salah, masa itu Pak Karto (Kartosoewirjo) diamankannya kan di kira-kira sini. Di Gunung Gas (bersebelahan dengan Gunung Guntur)," ujarnya.
Menyikapi hal semacam itu, sejarawan Garut Warjita membuka nada. Menurut Warjita, dogma maung bungkeleukan sekedar narasi yang tersebar dalam masyarakat tidak ada di dalam peristiwa Gunung Guntur.
"Kalaupun maung bungkeleukan saya anyar dengar. Itu tidak ada di dalam peristiwa Gunung Guntur tetapi kemungkinan ceritanya tersebar serta dipercayakan orang di tempat," ujarnya.
Warjita berkata, narasi maung bungkeleukan tidak ada di dalam peristiwa Gunung Guntur. Tapi, narasi itu adalah narasi temurun yang diceritakan sesepuh di tempat terhadap anak-cucunya.
"Tetapi kalaupun dengar narasi dari orang di tempat serta relevansinya dengan perlawanan DI/TII itu masuk akal juga. Tapi, sepanjang yang saya kenali, maung bungkeleukan itu tidak ada di dalam sejarahnya," tutup Warjita
Sampai sekarang, sekurang-kurangnya mulai sejak tahun 2000an, dogma perihal maung bungkeleukan itu tidak terbukti. Walau begitu, acapkali terjadi keajaiban-keanehan di Gunung Guntur.
Yang terakhir, keajaiban terjadi dalam lenyapnya Afrizal, orang pendaki yang lenyap di Gunung Guntur beberapa saat lalu.
Afrizal lenyap mistis sehabis kencing asal-asalan di situ. Ia sukses ditemui club SAR 2 hari setelah itu.
Tidak hanya itu, keajaiban di Gunung Guntur sempat pula dirasa Atin (43). Ibu dua anak ini menyatakan pernah memandang pribadi nenek-nenek yang jualan kol di Gunung Guntur. Berikut kejadiannya
"Ketika itu saya, anak serta suami olahraga jalan kaki di kaki Gunung Guntur. Kita berbicara sama nenek-nenek sudah tua. Ia menjajakan kol waktu kita jalan ke arahnya," Kata Atin.
Atin berkata, lantaran tengah olahraga, mereka menampik penawaran si nenek. Mereka lantas langsung kembali jalan lewat si nenek serta lagi naik ke Gunung Guntur.
"Nach, lebih kurang 100 meteran jalan, lantaran kita kira telah lumayan jauh, kita menetapkan untuk kembali ke bawah. Tetapi serasi kita kembali nenek itu telah tak ada," tutur Atin.
"Saya pikirkan aneh pula lantaran keadaan nenek itu sudah tua waktu disaksikan. Ia tak kemungkinan dapat jalan cepat. Tidak hanya itu, keadaan di tempat ketika itu merupakan jalan tanpa adanya rintangan. Tak ada tikungan atau turunan juga. Kita aneh pula ketika itu sang nenek ke mana," tutup Atin.
Meskipun demikian, Gunung Guntur teruslah unggulan utamanya untuk beberapa penyuka hiking. Gunung Guntur punyai trek yang dikatakan sangatlah sesuai untuk yang baru memulai.
Tidak hanya itu, Gunung Guntur pula punyai panorama cantik dan bentangan padang ilalang yang acapkali jadi spot poto oleh pelancong.
Hanya satu soal mencekam yang serius terjadi di Gunung Guntur merupakan pungutan liar serta pemalakan yang acapkali dijalankan oleh pelaku orang gak bertanggung-jawab.
Polisi beberapa saat lalu pernah amankan orang penduduk yang menodong pelancong yang mau mendaki ke pucuk Gunung Guntur.
Comments
Post a Comment