Masuk hari ke-2 di Alas Baluran, saya serta Erer sedikit enjoy sebab merasa sudah punya stock gambar yang kami mengharapkan. Walau begitu, kami mau satu kali lagi masuk ke rimba Baluran sebelumnya pulang.
Bertepatan kami sudah beli ticket pulang arah Surabaya gunakan travel dengan jam keberangkatan waktu 23.00 Wib.
Sebelumnya masuk rimba, saya serta Erer berkunjung sekejap di Goa Jepang yang berada gak jauh dari pos pengamanan. Seterusnya kami mulai masuk ke rimba Baluran. Seperti biasanya kami tembus rimba musim lebih dulu. Sesampai di bumi perkemahan mendadak Erer memohon stop untuk buang air kecil.
Waktu Erer masuk ruangan bumi perkemahan, saya selalu duduk di atas motor sekalian menghidupkan rokok. Sehabis buang air kecil, saya tonton Erer sempat memonitor ruangan lebih kurang.
"Marilah lanjut, supaya tidak kesiangan," ucapku di Erer.
Kami lantas menambahkan perjalanan melintasi rimba musim, Evergreen Forest serta stop di rest ruangan Savana Bekol sebagai simpangan jalan ketujuan Pantai Bama. Namun kami gak demikian ketertarikan bertandang ke Pantai Bama. Lantaran focus kami memburu time lapse dengan background Gunung Baluran.
Di saat kami hingga sampai di rest ruangan, hari masih begitu terik maka dari itu kami berkunjung ke satu diantaranya warung yang berada pada sana. Di rest ruangan ini kecuali ada warung, musala, toilet serta pondokan, pula ada pajangan tengkorak kerbau, banteng serta rusa. Pondokan itu nampak gak terpelihara seperti jarang-jarang sekali ditempati. Juga pondokan itu bisa lebih banyak jadikan tempat kongkow sekelompok kera ekor panjang.
Saya serta Erer pesan kopi serta mie goreng instant, sedikit nasi putih serta telor ceplok jadi menu makan siang. Bertepatan pengunjung warung itu cuma kami berdua, jadi dapat bercakap enjoy dengan pelayan warung.
"Gak boleh kasih makanan ke kera mas. Kalaupun sekali mas memberikan, rekanan lainnya akan tiba," kata pelayan warung.
Sejumlah kelompok pelancong yang baru bertandang ke Pantai Bama pula menyenggangkan berkunjung di rest ruangan. Waktu warung bertambah ramai, saya serta Erer menunjuk berpindah ke arah tempat penakaran banteng yang punya jarak 300 mtr. dari rest ruangan. Di sini kami gak lama.
"Telah mas, kita mengambil gambar saat ini. Waswas hujan kembali," tutur Erer.
Seperti biasanya, sehabis mengerjakan test shoot serta tentukan titik ambil, aku terus menghidupkan camera. Sewaktu camera mulai bekerja saya serta Erer nikmati ruangan lebih kurang sekalian selalu memperhatikan camera time lapse.
Dari terlalu jauh nampak satu ekor kerbau memiliki ukuran besar tengah menyantap rumput. Tapi yang bikin pertanyaan merupakan mengapa kerbau ini terpisah dari rekananannya.
"Barangkali ia rajanya kali," kata Erer.
"Dapat saja," sahutku.
Berlahan kerbau ini ketujuan genangan yang berada pada wilayah itu untuk merendam dalam lumpur. Memandang moment itu saya mulai ingin untuk memfotonya. Saya selanjutnya dekati kerbau itu. Erer mengawasi jarak, ia menunjuk menjauhi kerbau serta balik ke status camera time lapse.
Waktu kerbau itu bergelut di genangan bikin badannya penuh lumpur nampak lebih artistik. Di waktu itu rekanan kerbau jalan mengarah genangan. Saya letakkan tas punggungku supaya saya lebih lega mengerjakan pengambilan foto. Memandang hal demikian raja kerbau berdiri menyongsong kehadiran rekanan itu.
Saya lebih memajukan cara supaya lebih dekat kembali ke genangan. Tapi saya mendadak mengirup berbau bangkai di kitaran genangan. Tapi saya melewatkan berbau itu sampai selanjutnya raib sendirinya.
Tiga kerbau besar yang ada amat depan dari rekanan itu seakan melawan raja kerbau yang kuasai genangan. Perlawanan lantas gak terelak, raja kerbau berhadapan dengan 3 pimpinan rekanan kerbau untuk mempertandingkan genangan.
Andrenalinku mencapai puncak di saat salah satunya dari kerbau itu lari ke arahku. Memandang hal demikian aku terus balik tubuh serta lari sekencang-kencangnya untuk melindungi diri.
Napasku ngos-ngosan. Dari jarak jauh Erer memandang sekalian ketawa. Mendadak saya terlintas dengan tas punggungku yang ketinggalan. Serta begitu terkejutnya waktu saya memandang tas itu seluruh didalamnya sudah berhamburan keluar karena tingkah kera ekor panjang. Juga paket batrei lantas seluruh dirobek. Sehabis menyingkirkan kera-kera itu saya merapikan satu-satu isi tasku yang berhamburan.
"Barangkali batreinya diduga permen kali mas," tutur Erer menghina.
"Lah bagaimana sich kamu, tahu getho kok cuma diam," kataku.
"Ya maaf mas, saya tidak begitu simak tasmu. Lantaran saya sendiri tengah focus perhatikan camera time lapse. Cameranya sudah saya bungkusi," jawab Erer.
Langit Baluran sudah gelap, kamipun langsung balik ke pondokan. Tapi ketika mau menghidupkan motor, saya merasai ada suatu yang menggigit kakiku. Sakit sekali, sehabis saya tonton ada serangga seperti lalat memiliki ukuran besar yang melekat di kakiku. Spontan saya tampar binatang itu sampai terpental. Sehabis itu dari sisa gigitannya keluar darah.
Sekejap kakiku berasa sakit serta kaku, Erer ambil tisu di tasnya serta memberi kepadaku. Erer menghidupkan lampu dari mobile phone-nya untuk berikan pencahayaan, berlahan saya membersihkan darah itu, nyatanya ada dua sisa gigitan yang sampai sekarang sisanya gak raib, meskipun momen ini berlangsung 2,lima tahun saat lalu.
Sehabis rasa sakitnya rada susut, kami bergeser keluar wilayah rimba. Waktu itu keadaan udah gelap, saya memandang beberapa warung di rest ruangan udah tutup. Sehabis melintasi Savana Bekol kami masuk Evergreen Forest. Kalau siang hari wilayah ini serupa lorong hijau yang sejuk, akan tetapi waktu malam hari nampak seperti lorong gelap mengerikan.
Tiada yang harus dicicip, lantaran itu kami gak ketarik bercakap dalam perjalanan. Kami cuma pikir dapat lekas hingga sampai di pondokan. Tapi sesampai di kedalaman Evergreen Forest, mendadak dari arah berbalik angin bertiup kuat sampai bikin banyak pohon lebih kurang mulai bergoyang.
Pergerakan dahan serta gesekan ranting bikin daun-daun banyak yang rontok. Waktu itu saya baru terasa ada yang aneh sama ini, saya mulai was-was.
"Apa ini mas," bertanya Erer.
Namun saya gak menjawab, saya focus mengawasi keserasian motor dari tiupan angin yang makin kuat sampai selanjutnya kami merasai hajaran angin yang paling kuat serta demikian cepat sampai bikin motor kami oleng. Udara angin itu panas.
Kami bergidik, sehabis angin kuat beriklim panas itu melalui, keadaan rimba kembali sepi seperti mula-mula. Serta yang bikin kami kaget nyatanya angin kuat panas itu terjadi dalam tempat waktu kami berbicara merak serta ayam rimba yang usaha menarik kami masuk ke rimba di lajur penting Evergreen Forest.
"Barangkali mereka menyadari ini malam kita dapat pulang, mereka seperti berikan salam perpisahan," ucapku di Erer yang menunjuk menutup mulutnya.
Nyaris 1/2 jam lebih menambahkan perjalanan, kami kembali mengenyam momen ganjil di saat mesin bermotor kami mendadak mati. Tapi saya gak menarik rem serta melepaskan motor selalu nyelonong.
Saya usaha menghidupkan elektrik starter, namun tetap mesin gak menyalak sampai motorku berhenti benar di muka ruangan bumi perkemahan, di mana Erer buang air kecil waktu pergi masuk ke rimba Baluran barusan pagi.
"Tak mungkin kalaupun kekurangan bensin, lantaran sebelumnya masuk baluran kami udah isi penuh," kuak Erer.
Saya selanjutnya menempatkan motor dengan gunakan standard tengah serta coba menghidupkan mesin dengan manual, akan tetapi mesin selalu gak menyalak.
"Apanya ya mas," kata Erer mulai was-was.
Sekalian lagi coba menghidupkan mesin dengan manual, saya membaca ayat bangku serta kalimat hauqalah dalam hati. Saat itu mesin menyalak. Saya sedikit mengegas gas untuk merusak kesepian malam.
"Memohon maaf mbah kalaupun kami salah. Berpamitan kami pengen pulang," ucapku sekalian memandang ruangan bumi perkemahan.
Sehabis berdoa kami lalu menambahkan perjalanan. Alhamdulillah, seterusnya kami gak mengenyam kembali perihal-perihal ganjil sampai hingga di pondokan.
Wanita tua pemilik pondokan berdiri menyongsong kehadiran kami. Sehabis bayar seluruh bill, wanita tua itu selanjutnya kembalikan KTP punya ku yang ia tahan.
Comments
Post a Comment