Saya seorang pria jomblo indigo sekalian mahasiswa psikologi tingkat akhir. Malam hari ini malam minggu dan bakal ada mata kuliah forensik. Nice.... 1/2 malas saya login zoom di kelas forensik, jatuhkan semua tubuhku ke atas bangku empuk dan duduk ada di belakang meja belajarku seperti kucing gemoy, menarik napas panjang dan meregangkan jari-jari tanganku. Mataku yang yang telah 5 watt ini melirik jam yang terpajang di ada hapeku. Tumben, jam begini telah mengantuk ujarku dalam hati. Duduk memandang monitor monitor, telah cukup buat membuat kepalaku mulai migrain.
instrumental lagu dari hapeku, sekarang ini memperlihatkan waktu pas jam 20.00, waktunya kuliah. Mendadak kedengar ketukan dari balik pintu kamarku.
"Mas, ini mie goreng dan kopi panasnya." tutur janda pemilik warkop samping. Sangat baik mengantar pesananku sampai depan kamar seperti ojol saja. Yah seperti inilah nasib. Malam minggupun berisi kelas online lewat zoom, untuk apa ? untuk masa datang jelas yang tentu saja tidak seperti lampu indekos-kosanku yang temaram dan entahlah kenapa saya berasa kamarku malam hari ini berasa lebih dingin dari umumnya.
Zoom di mulai dengan panggilan lanjut keterangan pak dosen. Mulutku menguap bertepatan dengan tatapan mataku yang makin menghilang dengarkan suara beratnya. Kuputuskan kamera dan microphone saya off saja. Memerhatikan. Kasus malam hari ini berkenaan seorang wanita elok sebagai korban mutilasi pacarnya sendiri. Pak dosen mengingati jika siaran berikut akan cukup mengusik, hingga siapa mahasiswa yang memakai koneksi internet, wifi di tempat khalayak, minta memakai headset dan duduk cukup di sudut, bila di dalam rumah yakinkan tidak ada anak kecil yang dapat turut menyaksikan.
Kurasa persetujuan ini cukuplah aman bagiku. Penampilan monitor monitorku selanjutnya akan mengusikku bahkan juga di luar bayang-bayang terliarku sekalinya. Bukan tanpa argumen, slide show photo potongan badan korban komplet mulai kepala s/d ujung kaki yang disanggupi bintik darah satu per satu terpajang terang di monitor monitor 14 inchi punyaku. Pak dosen dengan tenang mengawali kuliah pengetahuan forensik malam hari ini. Gabungan seruputan kopi hitam, mie goreng plus siaran content yang mengusik ini ternyata sukses menyingkirkan rasa mengantukku.
Datang sesion bertanya jawab untuk kami semua untuk membikin profiler dari korban mutilasi ini. Sesuai keilmuan yang telah kami dalami sepanjang satu semester.
Pekerjaan kuliah pada malam minggu. Lebih sip saja. Penglihatanku jujur semakin banyak tertuju ke kasur spring bed di sudut kamar dengan spreinya yang bersih harum seakan terus panggil mesra untuk disetubuhi, saat kusaksikan sosok badan terbaring pucat di situ, spontan saya mengucek-ucek mataku dan rupanya itu hanya guling ku sendiri, Wah kelihatannya kopi hitam ini kurang kelar.
Sekarang saya rasakan saya tidak sendiri di kamar kost, tetapi tidak saya pedulikan karena saya demikian percaya ini dampak dari pelajaran forensik dan gabungan kopi panas saja. Penglihatan saya alihkan dari kasur kembali lagi ke monitor monitor, tetapi saya terheran saat menyaksikan figur makhluk elok yang mendadak kelihatan sedang duduk di meja belajarku dan kusaksikan mukanya sama dengan photo potongan kepala di slide pak dosen. Elok, betul-betul elok. Rambutnya hitam lempeng di potong sebahu, dengan sedikit poni genit tutupi keningnya. Berpakaian gaun warna hitam panjang terjuntai sampai tutupi mata kakinya. Kontras dengan kulitnya bersih, putih ataupun lebih persisnya pucat seperti kapas ya ?
Kembali saya mengucek-ucek mata, dan rupanya memang sang Elok betul- betul ada. Korban mutilasi sekarang datang di hadapanku. Mematung, memandang rekat setiap slideshow yang berseliweran di monitor monitor. Dia tidak mengetahui jika kehadiranya masuk ke pantauanku. Saya kembali menghela napas panjang dan menyandar punggungku pada bangku ku, kupijit - pijit tempat dahi ku sekalian kucoba tutup Mata. Ah kelihatannya saya harus selekasnya akhiri rutinitas pesan kopi hitam supaya saya tidak memikirkan hal yang aneh-aneh kembali.
Comments
Post a Comment