Rani tidak menduga selanjutnya terserang virus keparat itu. Masalahnya ia telah usaha jaga diri, menjalankan 5 M sebagai halnya panduan pemerintahan. Akan tetapi tugas suaminya jadi tenaga kedokteran memanglah besar dampaknya.
Di saat tempo hari mereka mengerjakan SWAB, rupanya positif menderita Covid 19. Untunglah anak-anak masih negatif, mereka cuman hendaknya karantina mandiri di dalam rumah. Sedang Rani dan suaminya diseret ke rumah sakit privat dipinggir kota.
Rumah sakit itu sangatlah luas, namun nyaris segalanya disanggupi pasien. Penebaran virus Corona demikian masif, korban yang bertumbangan bertambah banyak. Rani berdoa biar mereka berdua dapat bertahan, kasihan anak-anak kalau ditinggal.
Rani memperoleh kamar di ruangan 313, lantai tiga. Sedang suaminya malah ada di dalam lantai yang tidak sama. Tidak apalah, yang perlu mereka sama usaha untuk sehat kembali supaya dapat bergabung sama keluarga.
Di lantai yang serupa, seluruh pasien merupakan wanita. Lantaran itu mereka terasa lebih klop, suka bercerita keluarga semasing. Umurnya banyak, rata-rata telah dewasa, jadi ada sebagian orang yang berumur lebih pada 50 tahun.
Mulai sejak Rani masuk, mereka demikian ramah. Rani lantas perkenalkan diri terhadap kawan-kawan sama nasib. Rani terasa lebih santai, kekuatiran menyusut memandang ia tak sendiri jadi pasien Covid 19.
Mendekati makan malam, dua wanita yang amat tua dekati Rani. Antara lainnya, Bu Kanjeng, kebanyakan rambutnya punya warna putih. Sementara Bu Malih, masih punya rambut hitam akan tetapi badannya sangatlah kurus.
"Jeng Rani," bisik Bu Kanjeng. "Berhati-hati malam nanti."
Rani terkaget, "Memanglah mengapa, Bu?"
"Ada yang aneh di dalam rumah sakit ini," celah Bu Malih. "Kalaupun malam banyak momen."
Kalimat itu terngiang di dalam telinga Rani sampai mendekati tidur. Entahlah kenapa dia terasa risau. Jejangan dia tergoda mereka, ketakutan di suatu hal yang belum pasti terjadi.
Comments
Post a Comment