Ini cerita yang lumayan lama, saya cuman dengar narasi ini dari orang tuaku.
Waktu zaman dahulu dikampung tidak ada dokter atau bidan yang menolong orang melahirkan, yang ada cuman dukun beranak.
Jadi ada salah satunya masyarakat yang istrinya ingin melahirkan.
Saat itu pas jam 12 malam, si suami benar-benar ketidaktahuan karena rumah dukun beranak lumayan jauh, jika ia pergi panggil dukun itu, istrinya tidak ada yang jagain.
Jadi dengan terpaksa sekali ia menggugah tetangga, untuk jaga istrinya, tetangganya itu kebenaran nenekku sendiri,
Jadi malam itu, si suami ini segera pergi panggil dukun beranak tanpa didampingi siapa saja, kemungkinan baru 5 menit, suami ini balik lagi dengan bawa dukun beranak, nenekku langsung menanyakan, kok cepat sangat, tetapi langsung dijawab sama dukun beranak, ucapnya ngak segaja berjumpa di jalan, karena ia habis membantu persalinan orang daerah samping...
Nenekku yang dengar cuman menggangguk Aguk saja.
Jadi singkat kata dukun beranak itu langsung menujuh kamar untuk menolong persalinan.
Saat sebelum masuk ke kamar, ia menyampirkan selendang nya di atas pintu.
Tetapi ia tidak membolehkan siapa saja turut menolongnya.
Kemungkinan sekitaran 1/2 jam, kedengar suara bayi menangis, pada akhirnya suami ini tidak sabar ingin menyaksikan istrinya, tapi tidak dapat masuk, karena pintu kamar digembok dari dalam, pada akhirnya ia memiliki inisiatif untuk melihat di lubang dinding, kebenaran dinding kamar zaman dahulu dibuat dari anyaman bambu.
Di saat melihat, begitu kagetnya si suami ini, menyaksikan dukun beranak menjilat-jilati darah yang berada di tangannya, dengan tubuh gemetaran dia segera keluar memberitahukan nenekku, dengan cepat nenekku langsung menujuh kamar dan mendobrak pintu, sementara si suami ini berteriak minta bantuan menggugah beberapa tetangga, sementara nenekku terus usaha menggerakkan dorong pintu supaya terbuka, tidak menyengaja nenekku menyaksikan selendang yang disampirkan di atas pintu, tanpa berpikir panjang nenekku mengambil langsung selendang itu, waktu itu kedengar suara pekikan dari dalam, nenekku langsung lari keluar, dukun beranak itu langsung keluar kamar memburu nenekku, untung waktu itu ada kakekku dan semua tetangga telah pada kumpul.
Di saat dukun beranak telah ada di luar, si suami bersama beberapa ibu-ibu langsung ke arah kamar untuk menyaksikan kondisi istrinya,
Istrinya pada kondisi tidak sadarkan diri, dan anaknya wafat.
Berlanjut ke dukun beranak.
Sesudah ada di luar, dukun beranak barusan beralih menjadi figur kuntilanak, dengan cengkeraman nya ia mengincar nenekku untung merampas selendang itu, beberapa tetangga benar-benar kuwalahan melawannya, karena kulit kuntilanak itu benar-benar licin, sulit untuk digenggam, sementara ia bebas serang beberapa masyarakat yang merintanginya.
Tanpa berpikir panjang, nenekku memberi selendang itu ke kakekku, menyaksikan hal tersebut kuntilanak itu mengincar kakekku, di saat itu peluang nenekku untuk menarik rambut kuntilanak itu, selanjutnya di belitkan ditangannya, rupanya kekurangan kuntilanak itu ada di rambutnya, itu juga tidak sembarangan orang dapat melakukan, kuntilanak itu tidak dapat berdaya, dan langsung meminta dan membuat kesepakatan, jika selendang itu dibalikkan, ia akan penuhi semua apa yang kita meminta, tetapi nenekku tidak mempedulikan nya, kuntilanak itu terus meronta dan meminta, pada akhirnya subuhpun tiba dan kedengar suara azan, saat itu juga kuntilanak itu jadi lemas, tetapi nenekku masih tetap kuat menggenggam rambutnya.
Sesudah matahari ada, badan kuntilanak itu menjadi kecil, tidak menggunakan pakaian, dan ia menyesap kan badannya untuk tutupi sisi yang penting, ternyata ia ada rasa malu.
Pada akhirnya ada orang yang tiba, seperti karyawan pemerintahan bawa badan kuntilanak yang telah menjadi kecil itu, kemungkinan ingin dimasukkan pada musium, masalahnya orang daerah tidak banyak bertanya,
Sementara selendang kuntilanak itu langsung dibakar kakekku, karena takut dipakai untuk beberapa hal jelek.
Comments
Post a Comment