Hari mulai sore, semburat jingga telah menghias cakrawala, sesaat lagi gelap akan menegur. Andre dan Siska harusnya mandi sore, tetapi karena masih tetap ada rekan bermain yang ada di dalam rumah karena itu mereka belum ingin mandi. Agam, anaknya Pak Janed yang tinggal di samping rumah, masih terlihat asyik menggulirkan bola-bola kecil itu ke keranjang bersama dengan ke-2 anaknya Vanya.
Vanya memberikan code rahasia jika mereka telah saatnya untuk mandi, code yang cuman dimengerti oleh Vanya dan ke-2 anaknya saja, karena seperti umumnya Vanya akan memberi code rahasia itu saat ada anak yang lain bermain agar mereka tidak paham.
Saat Andre akan ajak bersih-bersih mainan, kedengar suara Bu Janed panggil Agam, suara dari di rumah Agam yang didengar sampai rumah Vanya. Tinggal di perumahan kecil semacam ini membuat rumah Andre dan Agam bersisihan, bahkan juga cuman dipisah oleh satu tembok saja. Beberapa kegiatan rumah tangga terkadang kedengar sampai rumah samping.
Seperti saat Vanya sedang asyik menggoreng ikan atau membersihkan piring, suaranya kedengar sampai rumah Pak Janed, juga kebalikannya.
"Tante, Agam pulang dahulu ya karena Mama telah panggil, Agam ingin mandi dahulu," sebut Agam pada Vanya yang duduk selain Siska. Barusan Vanya ingin merayu anak-anak, eh rupanya Agam telah pamit lebih dulu.
"Oh bisa silahkan jika ingin pulang dahulu berhati-hati ya Nak," balas Vanya sekalian tersenyum, sementara ke-2 tangan repot memberesi mainan mereka.
"Andre, saya esok tidak main ke sini ya, saya ingin bertandang ke rumah Om Andi yang tempat tinggalnya jauh," sebut Agam pada Andre.
Andre juga menjawab, "Oke Agam, gak apa kok."
"Wah asyik donk jalanan, Ya sudah tidak kenapa jika belum main kesini kembali, mudah-mudahan kamu dan keluarga berbahagia ya." Vanya tersenyum melepaskan kembalinya Agam.
Siska dan Agam juga selekasnya mandi dan dilanjut dengan menonton tv bersama, sekalian menanti Adzan Magrib berkemandang. Sementara Vanya mempersiapkan makan malam untuk bagian keluarga.
Pada Satu Senja
Sampai Magrib datang, Vanya dan anak-anak selekasnya sholat, selanjutnya mengaji dan belajar sesaat.
"Kakak, Adik, yok kita makan dahulu," mengajak Vanya, sekalian sediakan nasi dan ayam goreng kegemaran Siska dan Agam.
Mereka bertiga juga makan malam dengan lahap, nikmati menu kegemaran yang diolah oleh Bundanya, sekalian menanti Ayahnya pulang.
Adi, suami Vanya memang telah terbiasa bekerja sampai tengah malam. Seperti ini hari, pas jam sepuluh malam, Adi baru pulang, saat anak-anaknya telah lelap.
Suara gemuruh mobil kedengar, Vanya selekasnya menyongsong kehadiran si suami, lalu mempersiapkan air hangat untuk mandi.
Tiga puluh menit berakhir, Vanya dan Adi masih bercakap mengenai anak-anak. Vanya menceritakan beberapa hal, sementara Adi jadi pendengar setia. Menjadi rutinitas, tiap malam mereka akan tukar narasi apa yang dirasakan sepanjang hari. Tidak berasa, mereka capek dan tertidur juga.
Larut malam, dari rumah Pak Janed kedengar suara mengeluh kesakitan, suara yang awalannya lirih, lama-lama kedengar makin keras. Vanya juga terusik oleh suara itu.
"Yah, itu kok rumah Pak Janed bising sekali ya," sebut Vanya sekalian menghidupkan lampu kamar, sementara Adi masih lelap.
Vanya memandang suaminya, pria yang dahulu sudah merampas hatinya itu, bahkan juga sampai sekarang masih mengasihi Vanya dan anak-ananya.
Vanya berasa untung mempunyai suami sebagus Adi, dielusnya rambut Adi oleh Vanya, sekalian tersenyum, Vanya dekatkan mukanya akan mencium pria yang lelap itu, tetapi mendadak ada suara barang jatuh dari rumah samping.
Awalnya Suara Erangan
Vanya dengarkan dengan cermat, ketika berada suara lain yang didengar. Suara orang berlarian di dalam rumah, dituruti suara mengeluh kesakitan berulang-kali.
Mendadak Vanya terpikir bila barusan Agam ngomong ingin ke rumah omnya. Vanya mulai ketakutan.
"Ayah, bangun donk, itu ada beberapa suara dari rumah samping loh, walau sebenarnya tempat tinggalnya kosong." Vanya coba menggugah Adi.
Sekalian meredam mengantuk, Adi terjaga juga.
"Mengapa sich Bun," bertanya Adi ingin tahu.
"Sttt... coba Ayah dengarkan," sebut Vanya lirih, sekalian jemari telunjuknya ditelakkan dimuka bibir Adi, pertanda supaya Adi berbicara perlahan.
Betul saja, suara mengeluh itu kedengar kembali, dituruti suara orang lari sampai beberapa benda yang seperti tergeser.
"Yah, kata Agam mereka ingin pergi loh, tetapi kok banyak suara ya?" Vanya mulai rapatkan tubuhnya pada Adi, kemungkinan mulai takut.
Vanya memikirkan, bila di rumah samping sedang terjadi suatu hal, pencurian atau penindasan, mungkin. Tubuhnya makin dingin meredam perasaan takut yang paling menakutkan. Atau bisa saja, ada hantu-hantu yang geram karena rumah kosong.
Comments
Post a Comment